Ketika Indonesia Tak Wajib Haji

VIVAnews -- Menunaikan ibadah haji menjadi salah satu dari rukun iman Ummat Islam. Menurut catatan Departemen Agama, pada 2009 ini, akan ada 205 ribu warga Indonesia yang menunaikan ibadah haji. Yang antre lebih dari setengah juta orang.

Perjalanan ke Mekkah di zaman sekarang ini tidak sulit lagi.. Tempo dulu, umat Islam dari negeri ini harus bersusah payah. Banyak rintangan yang harus dilalui. Di tengah kondisi negeri yang terjajah, sarana transportasi juga belum memadai. Perjalanannya yang menggunakan perahu atau kapal. Terkadang mereka baru tiba di Mekkah dua tahun setelah berangkat dari Indonesia.

Mulanya, Belanda yang mengatur soal haji ini. Lewat Ordonansi 1825, Beladnda mengkoordinir ummat Islam yang hendak menunaikan ibadah haji. Pada 1912, Perserikatan Muhammadiyah yang didirikan oleh KH. Ahmad Dahlan mendirikan Bagian Penolong Haji yang diketuai KH. M. Sudjak. Ini cikal bakal Direktorat Urusan Haji.

Pada 1922 Volksraad mengubah ordinansi haji yang dikenal dengan Pilgrim Ordinasi 1922 yang menyebutkan bangsa pribumi dapat mengusahakan pengangkutan calon haji.

Kekosongan pengaturan haji terjadi di awal kemerdekaan, yaitu 1945-1949. Penyebabnya adalah kondisi ekonomi bangsa dan rakyat Indonesia yang ambruk. Sejarawan Australia, Anthony J.S. Reid, menyebutkan, kondisi ini terjadi karena pengaruh penjajahan.

Hubungan Tak Baik, Ruben Onsu dan Jordi Onsu Sudah Setahun Tak Berkomunikasi

Yang paling parah adalah di masa penjajahan Jepang, mereka menciptakan sebuah kondisi yang cukup fatal. Rakyat Indonesia bukan hanya kekurangan pangan, tetapi juga terancam bencana kelaparan. Hingga kemudian pecahlah peperangan.

Setelah kemerdekaan pada 1945, pemerintah Indonesia harus membenahi kehancuran di berbagai lini. Kondisi negeri yang terombang-ambing, sebab Belanda yang masih merongrong. Belum lagi soal perbedaan pendapat di dalam negeri. Melihat kondisi seperti ini, ulama mengharamkan ummat Islam meninggalkan Indonesia.

Kemudian Masyumi yang dipimpin KH. Hasjim Asj'ari mengeluarkan fatwa yang menyebutkan ibadah haji dimasa perang tidaklah wajib. Fatwa ini dituangkan dalam Maklumat Menteri Agama Nomor 4 Tahun 1947, yang menyatakan ibadah haji dihentikan selama dalam keadaan genting.

Kemudian, Menteri Agama, KH. Masjkur mengirim misi haji I ke Tanah Suci (Mekkah) yang dipimpin KH. Moh. Adnan --anggotanya TM. Ismail Banda, H. Saleh Suady, TH. Syamsir St. R. Ameh. Kerajaan Arab Saudi menyambut baik misi ini. Saat bersamaan konsulat Belanda di Arab Saudi juga mengirim misi haji, namun tak mendapat perhatian pemerintah Arab Saudi.

Penyelenggaraan haji mulai dilaksanakan lagi pada 1949/1950. Penyelenggaraan haji Indonesia di masa-masa awal ini dilaksanakan Departemen Agama dengan sejumlah lembaga lain. Di antaranya Yayasan Perjalanan Haji Indonesia (YPHI). YPHI ini dibentuk pada 21 Januari 1950, Ketuanya KH. M. Sudjak.

Selanjutnya Menteri Agama mengeluarkan keputusan yang menyatakan bahwa satu-satunya badan penyelenggara perjalanan haji adalah PHI. Keputusuan ini tertuang dalam Surat Keputusan Menteri Agama Nomor 3170 tanggal 6 Februari 1950 dan Surat Edaran Menteri Agama di Yogyakarta Nomor A.III/648 tanggal 9 Februari 1959.

Untuk mengatasi kesulitan pengangkutan jemaah Haji (laut) dari Indonesia, pada 1965 dikeluarkan Keputusan Presiden Nomor 122 Tahun 1964 tentang Penyelenggaraan Urusan Haji. Untuk merealisasikan Keppres ini, pada 1 Desember 1964 didirikan PT. Arafatyang bergerak di bidang pelayaran dan khusus melayani perjalanan haji (laut).

Di masa-masa ini, badan-badan swasta yang menjadi penyelenggara haji bermunculan. Beragam penipuan pun lahir, sehingga banyak calon jamaah haji yang gagal diberangkatkan. Akhirnya, sejak 1969 pemerintah memutuskan menangani sendiri penyelenggaraan haji. Maka dengan Keputusan Presiden Nomor 22 Tahun 1969, pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan mengambil alih semua proses penyelenggaraan perjalanan haji.

Dengan keputusan ini, pemerintah mengharuskan setiap warga negara Indonesia yang akan menunaikan ibadah haji, agar melalui prosedur yang telah ditetapkan oleh pemerintah. | nurlis.meuko@vivanews.com (sumber : www.depag.go.id)

Zeekr 009 Grand

MPV Semewah Alphard Ini Bisa Melesat Sekencang Mobil Sport

Mobil MPV ini bukan sembarang minivan, melainkan sebuah istana mini yang memadukan kemewahan, performa, dan teknologi canggih. Bagian belakang kabin dipisahkan dari depan

img_title
VIVA.co.id
20 April 2024