Kata SBY soal Perppu Pilkada Dianggap Genting

Presiden Susilo Bambang Yudhoyono
Sumber :
  • ANTARA FOTO/Andika Wahyu
VIVAnews - Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) telah mengeluarkan dua Peraturan Pemerintah Pengganti Undang Undang (perppu). Tujuannya, untuk menggugurkan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang baru saja disahkan oleh DPR beberapa hari lalu.
5 Fakta Menarik Persib Bandung Usai Benamkan Persebaya Surabaya di Liga 1

Untuk diketahui, perppu hanya bisa dikeluarkan presiden bila negara dalam keadaan genting. Apa yang membuat SBY menilai bahwa negara dalam keadaan genting?
Pengembang Perumahan di Dubai Beri Perbaikan Rumah Gratis Setelah Banjir Bandang

"Tentang syarat kegentingan yang memaksa untuk terbitnya perppu, sesuai ketentuan Pasal 22 UUD 1945, perlu saya tegaskan, Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 138/PUU-VII/2009 menjelaskan bahwa perppu adalah subjektifitas Presiden, yang objektifitas politiknya dinilai oleh DPR ketika perppu itu diajukan untuk mendapatkan persetujuan," kata SBY saat konferensi pers di Istana Merdeka, Jakarta, Kamis malam, 2 Oktober 2014.
Yen Amblas ke Level Terendah dalam 34 Tahun, Menkeu Jepang Bakal Ambil Tindakan

Putusan MK itu sendiri, kata SBY, mensyaratkan kegentingan yang memaksa terjadi jika ada kebutuhan hukum yang mendesak, terjadinya kekosongan hukum, terjadinya ketidakpastian hukum.

"Bersandarkan pada putusan MK itu, saya telah dengan cermat menggunakan hak konstitusional untuk menerbitkan perppu ini. Meskipun menurut MK, pendefinisian “kegentingan yang memaksa” adalah hak subjektifitas presiden, saya tetap merumuskan kegentingan yang memaksa melalui pertimbangan yang matang," ujar dia.

SBY mengatakan bahwa dia telah mendengarkan aspirasi rakyat yang sangat kuat untuk menolak pilkada tidak langsung. Padahal, kata SBY, dia memandang bahwa setiap Rancangan Undang-Undang (RUU) yang disusun haruslah mendapatkan dukungan dari masyarakat Indonesia.

"Penolakan luas yang ditunjukkan oleh sebagian besar rakyat Indonesia karenanya harus disikapi dengan tindakan yang cepat, dan salah satunya dengan menerbitkan perppu ini," ujar dia.

Sebuah UU yang mendapatkan penolakan yang kuat dari masyarakat, kata dia, akan menghadapi tantangan dan permasalahan dalam implementasinya. Di samping itu perlu juga dijelaskan masalah keabsahan dalam pengambilan keputusan UU Pilkada di DPR.

"Saya mengikuti perdebatan di kalangan masyarakat menyangkut keabsahan Rapat Paripurna DPR RI tanggal 25-26 September 2014 yang lalu. Kondisi demikian, sekalipun masih memerlukan telaahan hukum yang lebih mendalam, perlu cepat diantisipasi," kata dia.

Apalagi, SBY melanjutkan, di tahun 2015 saja, telah ada sekitar 204 jadwal pilkada di beberapa wilayah di Tanah Air yang harus dilakukan. Tentu KPU dan KPUD membutuhkan waktu untuk mempersiapkan semua perangkat pelaksanaan pilkada oleh DPRD, tidak sebagaimana bila pilkada dilaksanakan secara langsung.

"Maka, untuk memenuhi kebutuhan hukum yang mendesak itu, perppu pencabutan UU 22 Tahun 2014, terkait pilkada tidak langsung, menjadi perlu dilakukan, dan digantikan dengan perppu yang mengatur pilkada langsung dengan perbaikan-perbaikan," kata dia.

SBY mengatakan bahwa penerbitan perppu ini ada risiko politiknya karena memerlukan persetujuan DPR. Namun, kata SBY, dia akan mengambil risiko politik itu.

"Itu untuk menegaskan perjuangan bersama dengan rakyat serta guna menyelamatkan kedaulatan rakyat dan demokrasi kita," ujar dia.
Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya