Ini Temuan Lengkap Tim Andi Arief di Gunung Padang

Situs megalitikum Gunung Padang, Cianjur, Jawa Barat
Sumber :
  • Antara/ Agus Bebeng
VIVAnews
CEO Freeport Temui Jokowi di Istana, Bahas Smelter hingga Perpanjangan Izin Tambang
- Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) Gunung Padang, Cianjur, yang diinisiasi Staf Khusus Presiden, Andi Arief, menemui Gubernur Jawa Barat pagi ini, Kamis 3 Oktober 2013. Tim akan melaporkan hasil riset, sekaligus meminta masukan untuk rencana selanjutnya.

Peremajaan Sawit Jauh dari Target, Airlangga: Hanya 50 Ribu Hektare per Tahun

Dalam siaran pers yang dikirim ke
Kasus DBD Melonjak Tajam di Jakarta, Dinkes DKI Ungkap Penyebabnya
VIVAnew s, TTRM menyatakan, penelitian Situs Gunung Padang bukan kasus cagar budaya dan riset biasa. Ini adalah " frontier research " untuk menggali peradaban nusantara secara multidisiplin dan menggunakan metodologi-teknologi mutakhir di bidang eksplorasi geologi-geofisika.  Akumulasi hasil riset TTRM yang dilakukan dalam 2 tahun terakhir berhasil membuktikan bahwa situs ini sangat luarbiasa bahkan " beyond imagination ".

Temuan pertama TTRM adalah, situs megalitik ini berupa struktur teras-teras yang tersusun dari batu-batu kolom basaltik andesit yang terlihat di permukaan bukan hanya menutup bagian atas bukit seluas 50x150 meter persegi saja tapi menutup seluruh bukit seluas minimal 15 hektare. Hal ini sudah terbukti tanpa keraguan lagi setelah dilakukan pengupasan alang-alang dan pohon-pohon kecil di sebagian lereng timur oleh Tim Arkeologi pada bulan Juli 2013.


Batu-batu kolom penyusun ini berat satuannya ratusan kilogram, berukuran diameter puluhan sentimeter dan panjang sampai lebih dari satu meter. Dapat dibayangkan mobilisasi dan pekerjaan menyusun kolom-kolom batu ini sama sekali bukan hal yang mudah. Kemudian tim  melakukan lagi uji radiocarbon dating dari sampel tanah di dekat permukaan.  Hasilnya menguatkan umur radiokarbon sebelumnya bahwa umur dari situs yang terlihat di permukaan ini adalah dalam kisaran 500 sampai 1000 tahun sebelum Masehi.


Jadi lapisan atas Gunung Padang adalah monumen megah bergaya seperti Machu Pichu di Peru tapi umurnya jauh lebih tua dan berada pada masa prasejarah Indonesia.  Temuan ini saja sudah luar biasa karena selain monumen megalitik yang besarnya sampai 10x Candi Borobudur juga umurnya membuktikan sudah ada peradaban tinggi di Indonesia pada masa prasejarah yang selama ini dianggap zaman berbudaya masih sederhana.  Dengan kata lain hal ini akan mengubah sejarah Indonesia dan Asia tenggara


Temuan kedua, situs megalitik Gunung Padang tidak hanya satu lapisan di permukaan saja, seperti disimpulkan oleh penelitian Balai Arkelogi dan Arkenas sebelumnya. Ada struktur bangunan yang lebih tua lagi, berlapis-lapis sampai puluhan meter ke bawah. Keberadaan struktur ini sudah diidentifikasi dengan baik oleh survei arkeologi, geologi, pengeboran dan geofisika bawah permukaan.  Struktur lebih tua ini bukannya lebih sederhana tapi kelihatannya malah struktur bangunan besar yang dibuat dengan teknologi yang lebih tinggi  dari kenampakan geometri dinding dan ruang-ruang besar. Struktur ini adalah hasil karya sipil-arsitektur purba yang luar biasa hebat.


Temuan ketiga, hasil penelitian dan ekskavasi arkeologi yang dilakukan pada bulan Agustus 2012, Maret 2013, dan terakhir Juni-Juli 2013 sudah membuktikan secara visual keberadaan lapisan budaya kedua yang hanya  tertimbun satu sampai beberapa meter di bawah permukaan.  Bahkan sebenarnya lapisan kedua ini sudah terlihat ketika penggalian arkeologi yang dilakukan oleh Balai Arkeologi Bandung tahun 2005, hanya waktu itu disalahtafsirkan sebagai batuan dasar alamiah (sebagai "quarry") karena belum ditunjang oleh penelitian geologi yang komprehensif dan tidak ditunjang oleh survei geofisika bawah permukaan.


Lapisan kedua ini juga disusun oleh batu-batu kolom andesit yang sama dengan yang di atasnya namun susunannya terlihat lebih rapi dan kelihatannya menggunakan semacam material semen atau perekat.  Semen purba ini mempunyai komposisi 45% mineral besi, 40% mineral silika dan sisanya mineral lempung dan sedikit karbon.


Komposisi ini tidak bisa ditafsirkan sebagai tanah hasil pelapukan batuan atau hanya merupakan infiltrasi material yang dibawa air ke dalam tanah.  Hasil analisa umur dengan radiokarbon dating dari beberapa sampel bor menunjukkan bahwa umur lapisan budaya di bawah permukaan ini adalah sekitar 4.700 tahun SM atau lebih tua.


Sampai lapisan kedua saja sudah cukup alasan agar Situs Gunung Padang menjadi prioritas nasional dan benar-benar ditangani secara sangat serius untuk menjadi proyek pemugaran situs kebanggaan nasional.  Terlebih lagi temuan ini adalah hasil kerja bangsa sendiri tanpa bantuan pihak asing. Penemuan lapisan budaya kedua ini sudah akan merubah sejarah tidak hanya Indonesia dan Asia Tenggara tapi sejarah peradaban dunia.


Temuan keempat, struktur lebih tua yang tertutup oleh lapisan budaya kedua kemungkinan akan lebih fantastis lagi. Tim menemukan keberadaan dinding dan rongga-rongga besar yang diidentifikasi melalui survei geolistrik berupa zona resistivity yang sangat tinggi (puluhan ribu sampai lebih dari

100 ribu ohm.m) dan juga terefleksikan oleh citra georadar.  Tim juga sudah melakukan survei tomografi seismik.  Hasilnya mengkonfirmasi adanya

dinding dan rongga besar di bawah situs yang dicirikan oleh "low seismic velocity zone".


Temuan kelima, pengeboran untuk pengambilan sampel pada bulan Februari 2013 di lokasi yang berdekatan dengan dugaan rongga terjadi "
partial water loss
" yang cukup besar pada kedalaman 8 sampai 10 meter, diduga karena bor menembus '
tunnel
' yang berisi pasir.  Pengeboran selanjutnya, pada bulan Ramadan lalu, lebih mengejutkan lagi karena mengalami  "
total water lost
" yang sangat banyak sampai 32.000 liter air hilang begitu saja ketika menembus kedalaman yang sama (8-10m),  kemungkinan besar air mengalir mengisi rongga yang besarnya minimal  32 meter kubik atau 4x4x2 meter.


Analisa radiocarbon dating  dari tanah yang menimbun lapisan bangunan berongga ini menunjukkan umur 6.700 tahun SM.  Jadi umur dari bangunan

berongga ini harus lebih tua dari penimbunnya.  Umur karbon dalam pasir yang mengisi rongga yang ditembus bor 2 sekitar 9.600 tahun SM; umur radiokarbon dating dari beberapa sampel tanah/semen di antara batu-batu kolom pada kedalaman dari 8 sampai 12 meter bahkan menunjukkan kisaran umur dari 11.000 sampai 20.000 tahun SM.


Walaupun demikian, umur-umur ini sebaiknya diuji lebih lanjut dengan analisa radiokarbon dating atau metoda pengujian umur absolut lainnya yang lebih komprehensif karena angka-angka ini memang "
beyond imagination
" alias seperti tidak masuk akal karena tidak sesuai dengan  pengetahuan sejarah dan perkembangan peradaban manusia yang dipercaya umum pada saat ini.  Oleh karena itu pembuktiannya pun harus ekstra yakin.


Karena itu, TTRM menyimpulkan, Gunung Padang adalah mahakarya arsitektur dari peradaban tinggi kuno yang hilang atau belum dikenal saat ini.  Temuan bangunan di bawah Gunung padang adalah "
breakthrough
" untuk dunia ilmu pengetahuan dan sekaligus dapat menjadi tonggak kebangkitan bangsa dan kebanggaan nasional yang tidak ternilai.  Keberadaan ruang-ruang memberi harapan untuk menemukan dokumen atau apapun yang dapat menguak misteri sejarah masa lampau. 


Selanjutnya, TTRM merekomendasikan pemugaran situs dan pengembangannya untuk wisata dan pusat kebudayaan. Kemudian dilakukan survei lebih detail menyingkap rongga-rongga di bawah tanah termasuk dengan memakai kamera.


Tim Terpadu Riset Mandiri (TTRM) dibentuk dari Tim Katastrofi Purba (TKP) dengan tambahan tenaga ahli dari beragai disiplin ilmu dan mulai bekerja pada Oktober 2011.  TKP dibentuk dengan tujuan untuk meneliti bencana-bencana katastrofi dan kaitannya dengan maju mundurnya peradaban Nusantara di masa lalu.


TKP mulai meneliti di berbagai lokasi di Indonesia sejak awal tahun 2011 di antaranya di wilayah Banda Aceh, Batu Jaya, Trowulan, dan Sulawesi Tengah. Dasar pemikirannya adalah bahwa wilayah Nusantara selain sangat kaya sumber daya alam juga sangat sarat dengan sumber ancaman berbagai bencana alam, yaitu gunung api, gempabumi, tsunami, banjir, semburan gunung lumpur dan gerakan tanah. Jadi, di satu sisi, wilayah Nusantara sangat berpotensi untuk mengembangkan peradaban, di lain sisi juga tempat ideal untuk jadi kuburan peradaban. (eh)

Halaman Selanjutnya
Halaman Selanjutnya