Pembaca VIVAnews Kritik Road Pricing

Macet
Sumber :
  • VIVAnews/Nurcholis Anhari Lubis

VIVAnews – Pemerintah menggagas penghapusan three in one di Jakarta. Sebagai gantinya, akan diterapkan sistem road pricing (jalan berbayar). Kalau sistem ini diberlakukan, nanti setiap kendaraan pribadi, termasuk sepeda motor, diwajibkan bayar retribusi di kawasan tertentu.

Sejatinya, perubahan sistem lalu lintas ini tujuannya untuk mengurangi kemacetan lalu lintas Ibukota Jakarta yang kian parah dari tahun ke tahun. Dengan kata lain, agar pemilik kendaraan pribadi mau pindah ke kendaraan umum.

Nah, uang retribusi yang ditarik dari pemilik kendaraan pribadi tadi, nanti dikelola pemerintah. Rencananya uang ini akan dikembalikan lagi ke publik lewat peningkatan kualitas layanan angkutan umum.

Tujuan yang lebih penting lainnya dari pembatasan peredaran jumlah kendaraan di jalan raya ialah untuk mengurangi polusi udara yang kian parah.

Dan sekarang ini, pembahasan penerapan road pricing masih berjalan. Berapa jumlah retribusi dan bagaimana sistem penarikannya, termasuk yang dibahas. Selain itu, Rencana Peraturan Pemerintah untuk memayungi kebijakan ini juga masih dimatangkan.

Rencana pemerintah itu juga mendapat sorotan tajam publik, terutama dari pembaca VIVAnews. Ada yang mendukung road pricing, ada pula yang pesimis.

Misalnya yang diungkapkan pemilik id: Zakiya_zakiya. Dia sangat setuju penghapusan three in one dan diganti dengan road pricing. Jadi, kata dia, sistem lalu lintas di Jakarta nanti akan seperti di Singapura  yang juga lebih dulu menerapkan elektronik road pricing. Sistim ini, menurutnya, cukup ampuh untuk mengurangi peredaran jumlah kendaraan di jalan raya. “Jadi lebih terkontrol, orang juga pikir-pikir dulu kalau mau lewat jalan-jalan protokol,” katanya.

Sama halnya dengan pemikiran Zakiya. Pemilik id: Lisa, mengungkapkan bahwa sistem lalu lintas di Jakarta, nanti akan sama seperti yang diterapkan di London.

Pemilik id: Oeoel, juga mendukung sistem baru ini. Tapi, dia minta pemerintah membenahi layanan angkutan umum. Sehingga pemilik kendaraan pribadi merasa merasa aman nyaman ketika pindah menggunakan angkutan umum.

“Buat apa kami naik angkutan umum kalo was-was dan takut dicopet, sesak tidak nyaman bahkan bisa terbakar di tengah jalan,” kata dia. “Bayar asuransi kesehatan saja kami sudah mahal, kok mau dibebanin lagi.”

Pemilik id: Adji, setuju dengan Oeoel. Dia usul perbaikan angkutan umum, harus sekaligus perbaikan manajemen perusahaan angkutan. Pemerintah diminta ambil bagian dalam pengelolaan semua angkutan umum di Jakarta.

“Ambil alih dan kasih supirnya gaji tetap. Dengan begitu, supirnya jadi kalem dan tenang dalam bekerja. Dengan begitu dia tak perlu kejar setoran. Kalau tidak kejar setoran, dia pasti lebih enteng bekerja, Nunggu dan menurunkan penumpang di halte, service kepada penumpang lebih baik,” katanya.

Tapi bagi pemilik id: Mafia, tunggu dulu. Menurut dia, sistem road pricing bukan solusi untuk mengurangi kemacetan dan polusi udara. Terdapat permasalahan yang lebih mendasar yang harus dijawab pemerintah dan dewan, yaitu produksi mobil.

“Masalahnya kenapa produksi kendaraan bermotor tidak dibatasi? Percuma dong punya motor atau mobil tidak dipakai. Lebih payah lagi jika terjadi mogok massal angkutan umum. DPR cuma mikirin perut sendiri,” katanya.

Tapi kalaupun kebijakan road pricing tetap diterapkan, dia minta khusus untuk orang kaya atau pemilik lebih dari satu mobil. Sebab, selama ini masyarakat berkonomi lemah selalu jadi korban.

Pendapat bernada kesal terhadap pemerintah disampaikan oleh pemilik id: Mata Hati. Kalau sampai pemilik sepeda motor wajib bayar retribusi road pricing, bagi dia itu sudah keterlaluan.

“Pemerintah kita punya mata tapi tidak punya hati. Pengendara sepeda motor adalah dari kalangan pekerja, pastinya dari kalangan menengah ke bawah, masih saja dibebankan dengan pungutan model ini, demi meng-create citra sentra ibukota yang serba modern dan enak dipandang mata,” katanya.

Pembaca VIVAnews pemilik id: Juniper, lebih pesimis lagi dalam menilai rencana kebijakan pemerintah ini. Dia mempertanyakan motif penarikan retribusi dan kalangan mana yang paling untung dari kebijakan ini.

Sementara itu, pemilik id: Mebisandi, menyatakan masih bingung dengan rencana road ricing. Dia minta pemerintah menjelaskan bagaimana teknis penarikan retribusi. Dia khawatir kalau nanti justru menimbulkan persoalan lalu lintas yang baru.

“Gimana caranya. Apa akan distop satu satu untuk diminta retribusi atau pakai sistem auto debit otomatis. kayaknya susah diberlakukannya. Bakal gagal lagi,” kata dia. (adi)

Klasemen Grup A Piala Asia U-23 dan Skenario Timnas Indonesia U-23 Tembus Perempat Final
Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG)

IHSG Dibayangi Koreksi Wajar Akibat Fluktuasi Rupiah hingga Kondisi Geopolitik Global

Indeks harga saham gabungan atau IHSG melemah 35 poin atau 0,49 Persen di level 7.131 pada pembukaan perdagangan Jumat pagi.

img_title
VIVA.co.id
19 April 2024