2 Pengemlang Pajak Rp 13 M Dilimpahkan

foto ilustrasi pajak ( saya.adri )
Sumber :

SURABAYA POST – Pajak bobol bukan saja terjadi jajaran Kantor Wilayah Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Jatim I di Jl Jagir Surabaya, tetapi juga di DJP Jatim II di Jl Raya Juanda.

Selesaikan Persoalan Papua, Jusuf Kalla Beri Saran Begini ke Prabowo-Gibran

Kasus ini bahkan sudah terjadi pada 2004, namun baru dirilis Selasa kemarin oleh DJP Jatim II yang meng-cover kabupaten Sidoarjo, Lamongan, Tuban, dan empat kabupaten di Pulau Madura.

Adalah EM direktur CV Wiraswasta Jaya (WJ) di Sidoarjo, diduga mengemplang pajak Rp 12,072 miliar. Sedangkan RB, direktur CV Universal Actif (UA) di Gresik, diduga mengemplang pajak Rp 1,052 miliar. Kemarin, perkara kedua tersangka dilimpahkan oleh Kejaksaan Tinggi Jatim kepada Kejari Sidoarjo dan Gresik.

Berkas mereka sudah lengkap (P21) sejak 13 April 2010, namun kemarin merupakan pelimpahan tahap II perkara itu. "Berkasnya telah dilimpahkan ke masing-masing kejaksaan negeri (kejari). Bagi tersangka dengan locus delicti-nya berada di Sidoarjo ya diserahkan ke Kejari Sidoarjo. Yang di Gresik, diserahkan ke Kejari Gresik," ujar Kepala Seksi Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejaksaan Tinggi Jatim, Muljono SH MH, dikonfirmasi.

Kedua tersangka dijerat melanggar pasal 39 ayat 1 huruf c UU RI nomor 6 tahun 1983 yang diperbaharui dengan UU RI nomor 16 tahun 2000 tentang Ketentuan Umum dan Tata Cara Perpajakan. Ancaman hukuman penjara maksimal 6 tahun dan denda paling tinggi 4 (empat) kali

Muljono menjelaskan, berkas itu akan diteliti jaksa penuntut umum. "Menurut aturan KUHAP (Kitab Undang-undang Hukum Acara Pidana) masing-masing Kejari yang lebih menentukan administrasi berkas perkara tersebut," ujar jaksa asli Surabaya ini.

Yang jadi pertanyaan, kedua tersangka selama ini tidak ditahan. Hanya dikenakan wajib lapor dua kali semal seminggu. Soal ini, Muljono mengatakan, itu bukan kewenangan Kejati Jatim. "Kalau itu tanyakan ke penyidik pengawai negeri sipilnya," ujar Muljono.

Kabid Penyuluhan, Pelayanan, dan Humas Kanwil Ditjen Pajak Jatim II, Erma Sulistyarini, dalam rilisnya kemarin mengatakan, tindak pidana perpajakan dua pengusaha jasa impor ini berawal dari manipulasi surat pemberitahuan Pajak Pertambahan Nilai (PPN) periode Januari-Desember 2004. ’’Mereka dengan sengaja tidak memberikan keterangan lengkat dalam surat pemberitahuan tersebut dan menerbitkan faktur pajak yang tidak sah,” ujar Ermy.

Ermy menjelaskan, yang dimaksud faktur pajak tidak sah karena penerbitannya tanpa disertai adanya transaksi atau atau arus barang. "Dengan kata lain transaksi yang dilakukan hanya ada arus dokumen saja tanpa diikuti dengan arus barang," papar perempuan berjilbab ini.

Dalam rilis kemarin sempat muncul tanda tanya di antara para wartawan. Sebab, kasus perpajakan tahun 2004 mengapa baru sekarang diungkap ke publik? Ketua Tim Penyidik Pegawai Negeri Sipil Direktorat Pajak Pusat Marasi Napitupulu menjelaskan, penyidik baru bisa tahu adanya kejanggalan setelah melalui proses audit manual setelah semua data masuk.

Marasi Napitupulu yang menangani kasus ini mengakui prosesnya cukup panjang karena audit SPT PPN 2004 baru bisa dilakukan Mei 2005. Itu pun kasus tidak bisa langsung disidik karena harus ditemukan bukti permulaan yang cukup agar bisa meningkat jadi penyidikan. Nah, proses ini butuh waktu 15 bulan. ’’Pemeriksaan bukti permulaan selama setahun, dan penyidikannya kita lakukan 3 bulan,’’ kata Marasi.

Tim PPNS menduga ada motif penghindaran pajak setelah dihitung-hitung, nilai pajak yang dihindarinya cukup besar. CV WJ mengindari pajak senilai Rp 12 miliar lebih, sedangkan CV UA senilai Rp 1 miliar lebih.

Menurut Marasi, ada tiga modus yang dilakukan perusahaan wajib pajak untuk menghindari pembayaran pajak. Pertama, membeli barang di pasar gelap di mana faktur pajaknya dibeli dari perusahaan lain agar transaksi ini tidak terekam dalam sistem pembukuan perusahaan.

Modus kedua, mengecilkan nilai PPN dengan melakukan transaksi tanpa arus barang, dan modus ketiga, mengecilkan nilai barang agar Pajak Masukan Atas PPN ikut mengecil.

Dalam kasus penghindaran pajak yang dilakukan tersangka EM dan RB, mereka menerbitkan faktur pajak fiktif tanpa disertai arus barang. Akibat modus ini, negara dirugikan lebih dari Rp13 miliar. Hingga kini dua tersangka itu belum mengembalikan utang pajak yang dikemplangnya.

Mereka juga tidak ditahan selama proses penyidikan. "Mereka hanya dikenai wajib lapor dua kali seminggu," ujar Marasi sembari menambahkan hal itu dilakukan karena kedua tersangka sangat kooperatif. (adi)

Laporan : Faz | Surabaya

Neraca Perdagangan RI Surplus 47 Bulan Berturut-turut, Mendag: Bagian dari Keberhasilan Kemendag
Chandrika Chika

Polisi Serahkan Selebgram Chandrika Chika ke BNNK Jaksel soal Kasus Narkoba, Mau Rehab?

Sebelumnya, Keluarga Chandrika Chika menyambangi Polres Metro Jakarta Selatan untuk menjenguk sang putri, pada Rabu malam 24 April 2024.

img_title
VIVA.co.id
25 April 2024